Minggu, 15 Maret 2009

Konsep Manajemen Kelas

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam pembelajaran seorang guru harus memiliki kemampuan pengelolaan kelas (classroom management) karena kemampuan pengelolaan kelas sangat menentukan keberhasilan pembelajaran. Kemampuan pengelolaan kelas sering juga disebut sebagai kemampuan seorang guru untuk menguasai berbagai hal yang terlibat dalam pembelajaran. Berbagai hal ini di antaranya adalah kemampuan untuk mengontrol atau mengendalikan perilaku para muridnya sehingga mereka terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran.

Andaikan seorang guru hanya menguasai materi saja, maka itu tidaklah cukup untuk melakukan pembelajaran, karena pada hakikatnya pembelajaran bukanlah hanya sekedar transfer of knowledge saja melainkan melibatkan berbagai faktor yang tentunya sangat berpengaruh terhadap pembelajaran. Sebagaimana pun pandainya seorang guru (dalam artian pandai dalam penguasaan materi), tidaklah menjamin ketercapaian tujuan pembelajaran jika tidak disertai dengan kemampuan untuk mengelola kelas.

Dalam hal keterampilan pengelolaan kelas, ternyata tidaklah begitu saja bisa dikuasai oleh seorang guru, karena pengelolaan kelas merupakan suatu kegiatan yang melibatkan berbagai hal. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Weber (Wahidin, 2008) diklasifikasikan ke dalam tiga pengertian, yaitu berdasarkan pendekatan otoriter (authority approach), pendekatan permisif (permissive approach) dan pendekatan modifikasi tingkah laku.

Pertama, berdasarkan pendekatan otoriter (authority approach) pengelolaan kelas adalah kegiatan guru untuk mengontrol tingkah laku siswa, guru berperan menciptakan dan memelihara aturan kelas melalui penerapan disiplin secara ketat.

Kedua, pendekatan permisif mengartikan pengelolaan kelas adalah upaya yang dilakukan oleh guru untuk memberi kebebasan kepada siswa untuk melakukan berbagai aktifitas sesuai dengan apa yang mereka inginkan. Dan fungsi guru adalah bagaimana menciptakan kondisi belajar yang kondusif sehingga siswa merasa aman untuk melakukan aktifitas di dalam kelas.

Ketiga, pendekatan modifikasi tingkah laku. Pendekatan ini didasarkan pada pengelolaan kelas merupakan proses perubahan tingkah laku, jadi pengelolaan kelas merupakan upaya untuk mengembangkan dan memfasilitasi perubahan perilaku yang bersifat positif dari siswa dan berusaha semaksimal mungkin mencegah munculnya atau memperbaiki perilaku negatif yang dilakukan oleh siswa

Begitu kompleksnya apa yang dimaksudkan Weber tentang pengelolaan kelas sehingga banyak di antara para guru yang belum atau bahkan tidak mampu dalam hal pengelolaan kelas. Hal ini muncul karena terdapat berbgai masalah yang selalu terkait dengan pengelolaan kelas. Kenyataan tersebutlah yang melatar belakangi panulis untuk menyusun makalah ini dengan judul “Konsep Dasar Pengelolaan Kelas”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan paparan tersebut di atas, dapatlah penulis simpulkan menjadi beberapa rumusan masalah yang selanjutnya akan menjadi bahasan pada makalah ini. Adapun rumusan masalahnya adalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah konsep dasar dari pengelolaan kelas tersebut?

2. Apa sajakah permasalahan yang senantiasa muncul dalam pengelolaan kelas?

3. Bagaimanakah solusi yang mungkin tepat dalam menanggulangi permasalahan tersebut?

4. Faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap proses belajar siswa?

C. Tujuan Penulisan

Melihat permasalahan yang selalau ada pada proses pengelolaan kelas, maka makalah ini disusun dengan tujuan sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui tentang bagaimanakah konsep dasar dari pengelolaan kelas;

2. Untuk memahami mengenai permasalahan yang biasanya hadir pada pengelolaan kelas sehingga dapat menentukan solusi yang tepat untuk mengatasi permasalahan tersebut;

3. Untuk menyelidiki tentang faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa.


BAB II

KONSEP DASAR PENGELOLAAN KELAS

A. Konsep Dasar Pengelolaan Kelas

Begitu banyaknya ahli yang memberikan definisi mengenai manajemen, sehingga sulit sekali bagi kita untuk mengambil suatu gambaran tertentu yang mungkin mewakili tentang batasan manajemen. Meskipun demikin, dapatlah kita temukan suatu benang merah dari semua batasan yang dikemukakan oleh para ahli tersebut. Seperti halnya Rukmana dan Suryana (2006 : 26) menyimpulkan bahwa dari sekian banyak definisi para ahli tentang manajemen, namun kesemuanya mengarah pada satu hal yaitu bahwa manajemen merupkan suatu proses tertentu yang menggunakan kemampuan sdan keahlian untuk mencapai suatu tujuan yang di dalam pelaksanaanya da[pat mengikuti alur keilmuan secara ilmiah dan dapat pula menonjolkan sutu kekhasan atau gaya manajer dalam mendaya gunakan kemampuan orang lain.

Dari batasan tersebut terdapat tiga fokus untuk mengartikan mnajemen, yaitu :

1. Manajemen sebagai suatu kemampuan

Dalam hal ini manajemen berkaitan dengan ilmu yang merupakan cikal bakal dari manajemen sebagi profesi. Di sini manajemen lebih menekankan perhatian pada keterampilan dan kemampuan manajerial yang diklasifikasikan menjdi kemampuan/keterampilan teknikal, manusiawi dan konseptual.

2. Manajemen sebagai suatu proses.

Sebagai suatu proses manajemen merupakan sutu kegiatan yang terwujud pada langkah-langkah yang sistematis dan terpadu.

3. Manajemen sebagai seni.

Manajemen sebagai seni ini nampak pada relita bahwa terdapat perbedaan gaya (style) setiap individu dalam m,enggunakan atau memberdayakan orang lain untuk mencapai tujuan.

B. Masalah-Masalah Dalam Pengelolaan Kelas

Kelas merupaskan suatu kondisi di mana terdapat banyak siswa dengan latar belakang dan karakter masing-masing. Sehingga untuk menciptakan suasana kelas yang kondusif sungguh sangatlah sulit. Meskipun demikian, seorang guru dituntut untuk menguasai keadaan tersebut sehingga terciptalah suasana kondusif tersebut agar tejadi proses belajar yang optimal. Dalam hal ini seorang guru diharuskan untuk menguasi keterampilan pengelolan kelas.

Dengan beragamnya karakteristik siswa di kelas, maka masalah yang timbul di kelas pun sungguh beragam. Pidarta (TN, 2009) menyebutkan bahwa perilaku anak didik yang sering muncul pada pengelolaan kelas tersebut adalah sebagai berikut :

1. Kurang kesatuan antara siswa

2. Tidak ada standar tertentu pada kerja kelompok

3. Reaksimiring kelompok terhadap anggota kelompoknya

4. Tidak menyesuaikan dengan kondisi yang berubah

Secara umum masalah-masalah yang muncul pada pengelolaan kelas ini dapat dikelompokan menjadi dua kategori, yaitu masalah individu dan masalah kelompok.

1. Masalah individu

Munculnya masalah individu menurut Rudolf Dreikurs (Supriadi, 2000) didasarkan pada anggapan dasar pada semua tingkah laku individu yang merupakan upaya untuk mencapai tujuan tertentu yaitu pemenuhan kebutuhan untuk diterima oleh kelompok/masyarakat dan kebutuhan untuk mencapai harga diri. Jika kebutuhan tersebut tidak lagi bisa dipenuhi dengan cara-cara yang wajar, mka individu tersebut akan berusaha untuk mencapainya dengan cara-cara yang lain dan ini aakan menjadi masalah baru jika cara yang diambilnya tersebut adalah cara yang tidak baik.

Menurut Rudolf dan Cessel perbuatan ini dapat digolongkan menjadi empat golongan, yaitu :

a. Attention getting behaviors

Tindakan ini sebenarnya hanyalah sekedar untuk mencari perhatian dari individu lain. Misal, siswa membadut ketika pembelajaran sedang berlangsung, atau membuat suatu pekerjaan yang harusnya dia sendiri yang mengerjakannya kemudian dia kerjakan dengan lambat sehingga membutuhkan bantuan dari orang lain, atau kadang-kadang dia bertanya tentang sesuatu yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan pembelajaran.

b. Power seeking behaviors

Tindakan ini lebih pada mencari kekuatan. Tingkah laku power seeking ini ada dua, yaitu tingkah laku yang aktif seperti selalu mendebat, kehilangan kendali emosional, marah-marah, dan kadang-kadang langsung menangis. Sedangkan tingkah laku yang pasif adalah segala sesuatu yang dikerjakannya adalah salah, dia selalu berdalih dengan alasan lupa.

c. Revenge seeking behaviors

Tingkah laku ini sifatnya balas dendam, contohnya ialah suka menyakiti orang lain dengan mengata-ngatai, mencibir, mengejek, menggigit dan sebagainya.

d. Peragaan ketidakmampuan

Tingkah laku ini bisa disebut sebagai mogok, artinya bahwa siswa yang bersangkutan tidak mau atau menolak untuk melakukan sesuatu yang diperintahkan kepadanya. Siswa ini merasa bahwa ketika dia mengerjakan suatu pekerjaan, maka kegagalan lah yang dihadapinya.

Kamudian cessel mengenukakan penyikapan terhadap tingkah laku tersebut adalah sebagai berikut :

a. Jika guru merasa terganggu karena perilaku anak, maka kemungkinan siswa yang bersangkutan berada pada tahap Attention getting behaviors

b. Jika guru merasa dikalahkan atau terancam, maka kemungkinan siswa berada pada tahap Power seeking behaviors

c. Jika guru merasa tersinggung atau terluka hatinya, maka kemungkinan siswa berada pada tahap Revenge seeking behaviors

d. Jika perilaku yang muncul tidak termasuk ke dalam ketiga tahapan tadi maka siswa sebenarnya sedang menunjukan ketidakmampuan.

Salah satu jalan yang mungkin tepat untuk menangani hal tersebut adalah guru harus mengenali kebutuhan siswanya secara baik untuk mengendalikan atau menegakkan disiplin siswa.

Dari keempat tindakan yang dilakukan oleh siswa tersebut mengakibatkan terbentuknya empat tingkah laku yang sering Nampak pada anak usia sekola, yaitu :

a. Pola aktif-konstruktif, yaitu pola tingkah laku yang ekstrim, ambisius untuk menjadi superstar di kelasnya, dan mempunyai daya usaha untuk membantu guru dengan penuh vitalitas dan sepenuh hati

b. Pola aktif-destruktif, yaitu tingkah laku yang diwujudkn dalam bentuk membuat banyolan, suka marah, kasar dan memberontak.

c. Pola pasif-konstruktif, yaitu pola yang menunjukan satu bentuk tingkah laku yang lamban dengan maksud supaya dibantu dan mendapatkan perhatian.

d. Pola pasif-destruktif, yaitu pola tingkah laku yangt menunjukan kemalasan (sifat pemalas) dan keras kepala.

2. Masalah kelompok

Masalah kelompok ada kemungkinan terjadi karena permasalahan individu yang tidak dapat teratasi, dan juga bisa terjadi akibat dari anggota kelompok itu sendiri.

Menurut Louis V. Johnson dan Mary A. Bany ada tujuh kategori masalah kelompok dalam pengelolaan kelas, yaitu :

a. Kelas kurang kohesif

Yang dimaksud dengan kelas kurang kohesif adalah kelas kurang padu atau kompak. Ini dikarenakan oleh perbedaan jenis kelamin, suku, tingkat sosial-ekonomi, perbedaan kemampuan atau lainnya. untuk menangani hal tersebut, guru bisa mengambil alternatif misalkan dengan membuat kelompok yang heterogen atau dicampurkan antara masing-masing kelompok yang ada di kelas.

b. Penyimpangan dari norma

Di kelas lazimnya sudah memiliki norma-norma atau aturan-aturan tersendiri, namun ada kalanya siswa melanggar norma-norma itu, untuk mengatasinya seorang guru hendaknya membuat suatu norma atau aturan yng disepakati oleh bersama dan bentuk konsekwensi dari pelnggarannya pun disepakati bersama pula.

c. Kelas mereaksi negatif terhadap anggota kelas

Hal ini biasanya dalam bentuk ejekan, misalnya seorang siswa disuruh menyanyi pada pelajaran seni dan ternyata suaranya kurang merdu, sehingga mendapatkan ejekan dari teman-temannya. Jika mendapati masalah tersebut maka hendaknya guru langsung mengomentari tindakan yang dilakukan oleh kelas tersebut kemudian sampaikan sisi baik dari subjek yang dijadikan bahan ejeknnya tersebut. Dan yang paling penting adalah tanamkan sikap yang mengintrospeksi diri masing-masing.

d. Kelas mendukung perilaku yang jelek dari anggota kelas

Misalnya siswa menyoraki siswa yang membadut ketika pembelajaran berlangsung sebagai bentuk dukungannya terhadap tingkah tersebut. Guru sebaiknya segera mengalihkan perhatian siswa dari badut tersebut, karena jika tindakan tersebut dibiarkan maka lama kelamaan guru tidak akan bisa berkutik dengan tindakan tersebut.

e. Kelas mudah dialihkan perhatiannya

Misalkan ketika pembelajaran berlangsung, tiba-tiba melintaslah rombongan kuda renggong, biasanya siswa akan langsung berpindah pada kegiatan tersebut. Untuk mengatasinya guru sebaiknya sejenak menghentikan pembelajaran namun siswa diberikn tugas lain yang ada hubungannya dengan pembelajaran tapi diusahakan terkait juga dengan kegiatan yang muncul secara tiba-tiba tersebut.

f. Semangat kerja kelas rendah

Konteks pembelajaran bisa juga dikatakan sebagai konteks sebab akibat, yang mana jika guru mengajar dengan antusin maka siswa pun biasanya merespon dengan antusias pula, begitupun sebaliknya jika guru menunjukan sikap yang dingin maka kemungkinan siswa pun akan merespon dengan dingin pula. Kemudian jika siswa diberikan tugas yang terlau sulit maka semangat kerjanya pun bisa menjadi turun. Jadi, semangat kerja kelas itu masih tergantung dari sikap diri seorang guru itu sendiri.

g. Kelas kurang menyesuaikan diri dengan kondisi baru

Hal ini biasanya berkenaan dengan pergantian jadwal secara mendadak, guru kelas terpaksa digantikan oleh guru lain untuk sementara waktu, dan sebagainya.

C. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Belajar Siswa

Secara garis besar Suryabrata (2002), menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi balajar dapat digolongkan menjadi dua, yaitu faktor internal (faktor dari dalam diri peserta didik) dan faktor eksternal (faktor dari luar diri peserta didik).

1. Faktor-faktor internal

Faktor dari dalam yaitu faktor yang mempengaruhi belajar siswa yang mana berasal dari dalam diri siswa itu sendiri. Faktor internal ini meliputi :

a. Faktor jasmaniah

1) Kesehatan

Kesehatan adalah kedaan atau hal sehat, kesehatan seorang peserta didik secara umum akan berpengaruh terhadap belajarnya. Kondisi umum jasmani dan tonus (tegangan otot) yang menandai tingkat kebugaran oragan-organ tubuh dan sendi-sendinya, dapat mempengaruhi semangat dan intensitas siswa dalam mengikuti pembelajaran. Kondisi organ tubuh yang lemah apalagi jika disertai dengan kepala yang terasa berat, akan mampu menurunkan kualitas ranah cipta (kognitif) siswa sehingga materi pelajaran yang diterimanya pun kurang berbekas dan bahkan sama sekali tidak dapat ditangkapnya. Keadaan tonus siswa juga sangat berpengaruh terhadap kualitas pembelajarannya, kondisi tonus ini berkaitan dengan asupan gizi, pola istirahat, dan juga olahraga. Hal ini sangat penting untuk diperhatikan karena kesalahan pola makan atau pun pola minum dan istirahat akan menimbulkan reaksi tonus yang negatif dan merugikan sikap mental anak itu sendiri sebagaimana yang dipaparkan oleh khadijah (2009).

2) Cacat tubuh

Menurut Slameto (2003), cacat tubuh adalah sesuatu yang menyebabkan kurang baik atau kurang sempurnanya anggota tubuh. Keadaan cacat tubuh ini juga mempengaruhi terhadap belajar siswa, yang mana siswa yang memiliki keterbatasan tertentu pada organ tubuhnya pada umumnya belajarnya pun akan terganggu. Sebagai contoh seorang siswa yang mengalami gangguan pada penglihatannya maka secara otomatis dia akan sangat sulit untuk menerima pelajaran yang disampaikan secara visual. Oleh karena itu bagi siswa yang memiliki keterbatasan tertentu hendaknya mendapatkan pembelajaran yang khusus yang disesuaikan dengan keterbatasannya tersebut atau diberikan suatu alat bantu tertentu yang akan mempermudahnya dalam penguasaan terhadap materi pembelajaran.

b. Faktor psikologis

Faktor psikologis yang berpengaruh terhadap belajar siswa adalah sebagai berikut :

1) Intelegensi

J. P Chaplin (Slameto, 2003 : 55) mengartikan intelegensi sebagai kecakapan yang terdiri dari tiga jenis yaitu kecakapan untuk menghadapi dan menyesuaikan ke dalam situasi yang baru secara cepat dan efektif (adaptasi), mengetahui atau menggunakan konsep-konsep yang abstrak secara efektif, mengetahui relasi dan mempelajarinya dengan cepat. Dari definisi tersebut dapatlah disimpulkan bahwa otak memiliki peranan yang begitu dominan terhadap intelegensi seseorang dibanding organ tubuh yang lainnya. Hal ini karena otak adalah “menara pengontrol” hampir seluruh aktifitas manusia.

Dalam kaitannya dengan belajar siswa, intelegensi siswa memiliki peranan yang begitu besar dalam pencapaian tujuan pembelajaran atau pun terhadap perkembangan keilmuan siswa tersebut. Sehingga banyak orang yang beranggapan bahwa semakin tinggi intelegensi seseorang semakin mudah baginya untuk sukses dalam pembelajaran. Anggapan tersebut tidaklah benar karena intelegensi bukanlah satu-satunya hal yang mempengaruhi keberhasilan suatu pembelajaran. Karena pada dasarnya pembelajaran adalah suatu proses yang kompleks dengan berbagai faktor yang mempengaruhinya. Sedangkan intelegensi hanyalah satu di antaranya. Meskipun seorang siswa memiliki tingkat intelegensi yang begitu tinggi, jika faktor-faktor yang lainnya justru menjadi penghambat baginya, maka siswa tersebut bisa saja gagal dalam pembelajaran.

2) Perhatian

Menurut Gazali (Slameto, 2003) perhatian adalah keaktifan jiwa yang dipertinggi. Jiwa itu semata-mata tertuju pada suatu hal atau objek. Untuk dapat menghasilkan kualitas pembelajaran yang baik maka perhatian siswa hendaklah mendapatkan perhatian yang serius. Siswa akan merasa bosan jika pelajaran yang disjikan cenderung sehingga tidak mendapatkan perhatian dari siswa. Supaya siswa dapat belajar dengan optimal maka materi ajar hendaknya dikemas sedemikian rupa sehingga menarik bagi siswa.

3) Minat

Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang suatu kejadian atau suatu objek. Kejadian yang diminati seseorang di amati secara terus menerus yang disertai dengan rasa senang. Minat besar sekali pengaruhnya pada proses belajar, karena jika pelajaran yang diosajika tidak sesuai sdengan minat siswa, maka siswa tidak akan belajar sebaik-baiknya karena hal terserbut tidaklah menarik baginya. Bahan pelajaran yang menarik bagi siswa akan lebih mudah dipelajari dan disimpan dalam memori siswa sehingga tumbuh melekat pada struktur kognitif siswa.

4) Bakat

Setiap individu adalah unik, di mana antara individu yang satu dengan yang lainnya selalu memiliki keunikan tersendiri. Demikian halnya bakat mereka pun antara yang satu dengan yanmg lainnya adalah berbeda. Keberagaman bakat ini menimbulkan gaya belajar yang beragam pula. Jika bahan pelajaran yang dipelajarinya sesuai dengan bakat yang dimilikinya (potensinya) maka hasil belajarnya pun akan lebih optimal dibandingkan ketika dia mempelajari sesuatu yang sama sekali tidak berkaitan dengan bakat alamiahnya. Menagapa demikian? Karena ketika seseorang memiliki suatu potensi dalam dirinya maka itu merupakan modal baginya untuk mendapatkan informasi yang lebih banyak lagi tentang hal tersebut. Misalkan seseorang yang memiliki bakat untuk menyanyi maka dia akan lebih mudah untuk belajar menyanyi.

5) Motivasi

Motyivasi siswa yang satu dengan siswa yang lainnya tentulah tidak sama, sehingga cara siswa menghadapi sesuatu pun beragam. Secara harfiah motivasi diartikan sebagai sesuatu yang menyebabkan suatu kegiatan terwujud. Motivasi belajar siswa sangatlah dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya cita-cita siswa, kemampuan belajar siswa, kondisi siswa, kondisi lingkungan, unsur-unsur dinamis dalam pembelajaran dan juga sikap guru dalam membelajarkan siswa.

6) Kematangan

Slameto (2003) mengartikan kematangan sebagai suatu tingkat atau fase dalam pertumbuhan seseorang, di mana alat-alat tubuhnya sudah siap untuk melaksanakan kecakapan baru. Kaki sudah siap untuk digunakan berjalan, tangan sudah siap untuk digunakan menulis, bahkan untuk membaca pun perlu halnya kesiapan dari segi psikologis siswa itu sendiri. Ketika seorang anak belum mencapai kesiapan untuk belajar, sebagaimana pun baiknya pembelajaran yang diberikan tentu tidak akan membuahkan hasil yang optimal. Jadi kemajuan baru untuk memiliki kecakapan itu tergantung dari kematangannya dan juga bagaimana ia belajar.

7) Kesiapan

Jamies Drever (Slameto, 2003) mendefinisikan kesiapan sebagai kesediaan untuk memeberi respon atau bereaksi. Kesiapan itu timbul dari dalam diri seseorang dan juga berhubungan dengan kematangan, karena kematangan berarti kesiapan untuk melaksanakan kecakapan. Kesiapanm ini harus diperhatikan dalam pembelajaran, karena jika siswa belajar dan padanya sudah ada kesiapan, maka kemungkinan untuk berhasil lebih besar.

c. Faktor kelelahan

Kelelahan pada seseorang meskipun sangat sulit untuk dipisahkan namun secara umum dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu kelelahan jasmani dan rohani. Kelelahan jasmani ini terlihat dengan lemah lunglainya tubuh dan adanya kecenderungan untuk membaringkan tubuh atau beristirahat. Sedangkan kelelahan rohani dapat terlihat dengan munculnya kelesuan dan kebosanan sehingga minat dan dorongannya untuk mengerjakan atau pun menghasilkan sesuatu menjadi hilang.

Slameto (2003 ), memberikan solusi terhadap kelelahan baik secara jasmani maupun secara rohani, yaitu dengan kegiatan sebagai berikut :

1) Tidur

2) Istirahat

3) Mengusahakan variasi dalam belajar ataupun bekerja

4) Menggunakan obat-obatan yang bersifat melancarkan peredaran darah

5) Rekreasi dan ibadah yang teratur

6) Olahraga secara teratur

7) Mengimbangi dengan makanan yang memenuhi syarat-syarat kesehatan

8) Jika mengalami kelelahan yang sangat serius maka sebaiknya segera menghubungi ahli.

2. Faktor eksternal

Faktor eksternal ialah fakto-faktor yang berasal dari luar siswa dan juga mempengaruhi proses belajarnya. Faktor-faktor ini meliputi :

a. Lingkungan alami

Tentang lingkungan alami ini Triluqman (2007) memberikan batasan sebagai segala hal yang bersifat keruangan pada bumi ini ataupun faktor yang bersifat nonsosial yang juga berpengaruh terhadap belajar siswa. Seperti keadaan udara, cuaca, waktu, tempat atau gedung tempat belajar itu sendiri, alat-alat yang dipakai untuk belajar.

b. Lingkungan sosial

Lingkungan sosial di sini adalah manusia atau sesama manusia, baik manusia itu ada (hadir di tempat itu) ataupun tidak ada (tidak hadir). Bagi orang-orang tertentu, kehadiran orang lain kadang menjadi hambatan pada proses belajarnya, namun ada juga yang dengan kehadiran orang lain justru malah menjadikannya lebih baik dalam proses belajarnya. Secara umum lingkungan sosial ini dapat dikelompokan menjadi tiga, yaitu :

1) Lingkungan keluarga

Keluarga merupakan tempat sosial yang pertama kali dikenal oleh siswa, sehingga keluarga memiliki peranan yang begitu dominan pada belajar siswa. Faktor keluarga ini meliputi cara orang tua mendidik, relasi antar anggot keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi dan lain-lain.

Tentang pentingnya peranan keluarga dalam proses belajar siswa, Wirowidjojo (Slameto, 2003) menegaskan dengan pernyataanya sebagai berikut :

Keluarga adalah lembaga pendidikan yang pertama dan utama. Keluarga adalah lembaga pendidikan yang pertama dan utama. Keluarga yang sehat besar artinya untuk pendidikan dalam ukuran kecil, tetapi bersifat menentukan untuk pendidikan dalam ukuran besar yaitu pendidikan bangsa, negara dan dunia. Melihat pernyataan tersebut di atas dapatlah ditegaskan bahwa keluarga memiliki peranan yang sangat penting di dalam pendidikan anggota keluarganya. Cara orang tua mendidik anak-anaknya akan berpengaruh terhadap belajarnya.

2) Lingkungan sekolah

Sekolah juga merupakan faktor yang sangat dominan dalam pendidikan, yang mana sekolah merupakan tempat atau sarana bagi siswa untuk belajar secara formal. Faktor sekolah yang sangat mempengaruhi balajar ini adalah metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah juga kondisi fisik dari sekolah itu sendiri.

3) Lingkungan masyarakat

Masyarakat juga tidak kalah pengaruhnya pada belajar siswa, karena pada kenyataanya selain siswa berada pada kedua lingkungan di atas, siswa juga berada di lingkungan masyarakat. Sehingga secara otomatis masyarakat pun akan memepengaruhi cara belajarnya.


BAB III

KESIMPULAN

1. Seorang guru harus memiliki kemampuan pengelolaan kelas (classroom management) karena kemampuan pengelolaan kelas sangat menentukan keberhasilan pembelajaran.

2. Secara umum masalah-masalah yang muncul pada pengelolaan kelas ini dapat dikelompokan menjadi dua kategori, yaitu masalah individu dan masalah kelompok.

3. Masalah individu ini meliputi :

a. Attention getting behaviors

b. Attention getting behaviors

c. Revenge seeking behaviors

d. Peragaan ketidakmampuan

4. Masalah kelompok meliputi :

a. Kelas kurang kohesif

b. Penyimpangan dari norma

c. Kelas mereaksi negatif terhadap anggota kelas

d. Kelas mendukung perilaku yang jelek dari anggota kelas

e. Kelas mudah dialihkan perhatiannya

f. Semangat kerja kelas rendah

g. Kelas kurang menyesuaikan diri dengan kondisi baru

5. Secara garis besar Suryabrata (2002), menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi balajar dapat digolongkan menjadi dua, yaitu faktor internal (faktor dari dalam diri peserta didik) dan faktor eksternal (faktor dari luar diri peserta didik).

6. Faktor internal meliputi :

a. Faktor jsmaniah, yaitu kesehatan dan cacat tubuh

b. Faktor psikologis, yaitu intelegensi, perhatian, minat, bakat, motivasi, kematangan dan kesiapan.

c. Faktor kelelahan

7. Faktor eksternal meliputi :

a. Faktor lingkungan alamiah

b. Faktor lingkungan sosial, yang meliputi keluarga, sekolah dan masyarakat.


DAFTAR PUSTAKA

Khodijah. 2009. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Belajar. Tersedia pada : http://duniakampusmakasar.blogspot.com/2009/02/faktor-faktor-yang-mempengaruhi.html

Slameto. 2003. Belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Jakarta : PT. Rineka Cipta

TN. 2009. Pengaruh Clasroom management terhadap prestasi belajar siswa. Tersedia pada : http://nganjukladang.blogspot.com/2009/01/makalah-pendidikan-pembelajaran.html

Triluqman, Heri. 2007. Belajar dan motivasinya. Tersedia pada : http://heritl.blogspot.com/2007/12/belajar-dan-motivasinya.html