Senin, 02 Juli 2012

Lirik Lagu Ridho Rhoma My Honey (OST Sajadah Ka’bah) Lyrics


she is my honey, yes she is my honey
Keras kepala dan susah diaturnya
but she is my honey, yes she is my honey
Jika dia ada hilang semua masalah

Dia wanita yang ku suka
Cantik wajahnya membuatku gila
Dia yang ku damba
Putih budinya mempesona

Walaupun dia aneh tingkahnya
Membuat pusing kepala
Tapi juga anehnya
Hatiku cinta padanya

Dia wanita yang ku puja
Tanpa dirinya ku tak kuasa
Dia belahan jiwa
Ku bahagia memilikinya

she is my honey, yes she is my honey
Tiada kata yang dapat melukiskannya
she is my honey, oh she is my honey
Sungguh tiada yang bisa menggantikannya

Betapa tak pernah ku kira
Bahagianya yang ku rasa
Ku kan bersamanya
Di dalam cinta selamanya

Rabu, 16 Maret 2011

EVALUASI PROGRAM BIMBINGAN KONSELING

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sebagai suatu sistem, program layanan bimbingan dan konseling tentunya meliputi beberapa hal di antaranya yaitu perencanaan, pelaksanaan, serta evaluasi. Dalam hal ini ketiga al tersebut senantiasa saling berkaitan dan berkesinambungan.

Sebagaimana yang kita ketahui bahwa suatu hasil senantiasa dipengaruhi oleh perencanaan, begitu pun pelaksanaan juga memiliki peran yang sangat dominan. Selain itu, kedua hal tersebut akan terlihat manakala proses evaluasi berjalan dengan baik. Dengan demikian, evaluasi dari pelaksanaan program layanan bimbingan ini hendaknya dipersiapkan dengan seksama.

Paparan tersebut menunjukkan bahwa begitu pentingnya peranan evaluasi pada pelaksanaan layanan bimbingan. Hal tersebut pula yang menjadi latar belakang dari makalah ini dengan judul “evaluasi pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling”.

B. Rumusan Masalah

Penulisan makalah ini didasarkan pada suatu permasalahan mengenai evaluasi pelaksanaan program layanan bimbingan. Adapun rumusan masalahnya adalah sebagai berikut ini.

1. Apa yang dimaksud dengan evaluasi pelaksanaan program layanan bimbingan dan konseling itu?

2. Apa yang menjadi tujuan dilakukannya evaluasi pelaksanaan program layanan bimbingan dan konseling itu?

3. Apa saja yang menjadi ruang lingkup evaluasi pelaksanaan program layanan bimbingan dan konseling itu?

4. Apa saja yang menjadi hambatan evaluasi pelaksanaan program layanan bimbingan dan konseling itu?

5. Bagaimana prosedur evaluasi pelaksanaan program layanan bimbingan dan konseling itu?

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pengertian Evaluasi Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling

Istilah evaluasi berasal dari bahasa Inggris, yaitu Evaluation. Dalam buku “Essentials of Educational Evaluation”, Edwind Wand dan Gerald W. Brown, mengatakan bahwa : “Evaluation rafer to the act or prosses to determining the value of something”. Jadi menurut Wand dan Brown, evaluasi adalah suatu tindakan atau suatu proses utnuk menentukan nilai dari pada sesuatu. Sesuai dengan pendapat tersebut maka evaluasi pelaksanaan Bimbingan dan Konseling dapat diartikan sebagai suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai segala sesuatu dalam pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di sekolah yang diharapkan oleh Departemen Pendidikan, telah dijabarkan dalam pedoman khusus Bimbingan dan Penyuluhan, kurikulum 1975 buku IIIc.

Perlu dijelaskan disini bahwa evaluasi tidak sama artinya dengan pengukuran (measurement). Pengertian pengukuran (measurement) Wand dan Brown mengatakan : “Measurement means the art or prosses of exestaining the extent or quantity of something”. Jadi pengukuran adalah suatu tindakan atau proses untuk menentukan luas atau kuantitas dari pada sesuatu.
Dari definisi evaluasi atau penilaian dan pengukuran (measurement) yang disebut diatas, maka dapat diketahui perbedaannya dengan jelas antara arti penilaian dan pengukuran. Sehingga pengukuran akan memberikan jawaban terhadap pertanyaan “How Much”, sedangkan penilaian akan memberikan jawaban dari pertanyaan “What Value”.

Walaupun ada perbedaan antara pengukuran dan penilaian, namun keduanya tidak dapat dipisahkan. Karena antara pengukuran dan penilaian terdapat hubungan yang sangat erat. Penilaian yang tepat terhadap sesuatu terlebih dahulu harus didasarkan atas hasil pengukuran-pengukuran. Pada akhir pelaksanaan program Bimbingan dan Konseling selalu tercantum suatu kegiatan yang telah dilaksanakan sesuai dengan rencana tertentu.

Pendapat “Good” yang dikutip oleh I.Jumhur dan Moch. Surya (1975 :154), tentang evaluasi adalah : “Proses menentukan atau mempertimbangkan nilai atau jumlah sesuatu melaluipenilaian yang dilakukan dengan seksama”.
Sejalan dengan rumusan diatas, Arthur Jones memberikan batasan tentang evaluasi adalah sebagai berikut : “Proses yang menunjukkan kepada kita sampai berapa jauh tujuan – tujuan program sekolah dapat dilaksanakan”.

Lebih jauh Moch. Surya mengemukakan menilai bimbingan pada hakekatnya mengetahui secara pasti tentang bagaimana organisasi dan administrasi program itu, bagaimana guru-guru dan petugas-petugas bimbingan lainnya dapat berpartisipasi bagaimana pelaksanaan konseling dan bagaimana catatan-catatan kumulatif dapat dikumpulkan. Uraian tersebut merupakan penjabaran dari proses kegiatan Bimbingan dan Konseling, yang akhirnya perlu pula diketahui bagaimana hasil dari pelaksanaan kegiatan itu. Dengan kata lain bahwa penilaian yang dilakukan terhadap kegiatan Bimbingan dan Konseling ditujukan untuk menilai bagaimana kesesuaian program, bagaimana pelaksanaan yang dilakukan oleh para petugas Bimbingan, dan bagaimana pula hasil yang diperoleh dari pelaksanaan program tersebut. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa evaluasi terhadap kegiatan Bimbingan dan Konseling, mengandung tiga aspek penilaian, yaitu:

  1. Penilaian terhadap program Bimbingan dan Konseling.
  2. Penilaian terhadap proses pelaksanaan Bimbingan dan Konseling.
  3. Penilaian terhadap hasil (Product) dari pelaksanaan kegiatan pelayanan Bimbingan dan Konseling.

B. Tujuan Evaluasi

Dalam melaksanakan suatu program, hal ini program Bimbingan dan Konseling, peranan evaluasi sangatlah penting. Hasil evaluasi akan memberikan manfaat yang sangat berarti bagi pelaksanaan program tersebut untuk selanjutnya. Beberapa hal yang diperoleh dari hasil evaluasi diantaranya:

  1. Untuk mengetahui apakah program Bimbingan sesuai dengan kebutuhan yang ada?

2. Apakah pelaksanaan kegiatan yang dilakukan sesuai dengan program, dan mendukung pencapaian tujuan program itu?

3. Bagaimana hasil yang diperoleh telah mencapai criteria keberhasilan sesuai dengan tujuan dari program itu?

4. Dapatkah diketemukan bahan balikan bagi pengembangan program berikutnya ?

5. Adakah masalah-masalah baru yang muncul sebagai bahan pemecahan dalam program berikutnya ?

6. Untuk memperkuat perkiraan-perkiraan (asumsi) yang mendasar pelaksanaan program bimbingan ?

7. Untuk melengkapi bahan-bahan informasi dan data yang diperlukan dan dapat digunakan dalam memberikan bimbingan siswa secara perorangan.

8. Untuk mendapatkan dasar yang sehat bagi kelancaran pelaksanaan hubungan masyarakat.

9. Untuk meneliti secara periodik hasil pelaksanaan program yang perlu diperbaiki.


C. Ruang Lingkup Evaluasi Pelaksanaan Bimbingan.

Untuk mengungkapkan tujuan yang telah disebutkan diatas perlu adanya kejelasan tentang aspek-aspek yang perlu dievaluasi. Berikut akan diuraikan beberapa aspek yang menyangkut : program, proses, dan hasil (product) dalam suatu kegiatan Bimbingan dan Konseling.

1. Evaluasi Peserta Didik

Untuk mengadakan evaluasi terhadap pelaksanaan program bimbingan konseling di sekolah, maka pemahaman terhadap peserta didik yang mendapatkan bimbingan dan konseling penting dan perlu. Pemahaman mengenai peserta didik perlu dilakukan sedini mungking.Evaluasi jenis ini dimulai dari layanan pengumpulan data pada saat peserta didik diterima di sekolah bersangkutan.

Adapun jenis data yang dikumpulkan dari peerta didik dapat berupa: kemampuan sekolastik umum, bakat, minat, kepribadian, prestasi belajar, riwayat kependidikan, riwayat hidup, cita-citapendidikan/jabatan, hobi dan penggunaan waktu luang, kebiasaan belajar, hubungan social, keadaan fisik dan kesehatan, kesulitan-kesulitan yang dihadapi, dan minat terhadap mata pelajaran sekolah.

2. Evaluasi Program.

Apabila kita mempelajari pedoman penyusunan program Bimbingan dan Konseling seperti terdapat pada buku IIIc, kurikulum 1975, dapat kita simpulkan bahwa program Bimbingan dan Konseling di sekolah terdapat beberapa kegiatan pelayanan. Sejalan dengan pendapat “Koestoer Partowisastro” (1982:93), bahwa sesuai dengan pola dasar pedoman operasional pelayanan Bimbingan ini terdiri atas:

a. Pelayanan kepada murid.

b. Pelayanan kepada guru.

c. Pelayanan kepada kepala sekolah.

d. Pelayanan kepada orang tua murid atau masyarakat.

Pada hakikatnya tujuan umum program Bimbingan disekolah adalah membantu siswa agar dapat:

a. Membuat pilihan pendidikan dan jabatan secara bijaksana

b. Memperoleh penyesuaian kepribadian yang lebih baik

c. Dapat memperoleh penyesuaian diri dalam menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi baik dimasyarakat, sekolah maupun dalam keluarga.

Kegiatan operasional dari masing-masing pelayanan tersebut diatas, perlu disusun dalam sistimatika sebagai berikut:

a. Masalah atau kebutuhan yang ditangani dalam pelayanan Bimbingan.

b. Tujuan khusus pelayanan Bimbingan.

c. Kriteria keberhasilan

d. Ruang lingkup pelayanan Bimbingan

e. Kegiatan-kegiatan pelayanan bimbingan beserta jadwal kegiatannya.

f. Hubungan antara kegiatan pelayanan bimbingan dengan kegiatan sekolah dan kegiatan diluar sekolah.

g. Metode dan teknik pelayanan Bimbingan.

h. Sarana pelayanan bimbingan.

i. Pengelolaan pelayanan bimbingan.

j. Penilaian dan penelitian pelayanan bimbingan.

3. Evaluasi Proses.

Untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam suatu program, dituntut suatu proses pelaksanaan yang mengarah kepada tujuan yang diharapkan. Didalam proses pelaksanaan program Bimbingan dan Konseling di sekolah banyak faktor yang terlihat khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan. Hal itu dapat diuraikan seperti berikut :

a. Organisasi dan administrasi program bimbingan.

b. Personal / petugas pelaksana.

c. Fasilitas dan perlengkapan.

d. Kegiatan Bimbingan.

e. Partisipasi guru.

f. Anggaran pembiayaan.

4. Evaluasi Hasil (Product).

Aspek yang paling penting keberhasilan suatu program dari pelaksanaan program itu sendiri. Untuk memperoleh gambaran tentang hasil yang diharapkan sesuai dengan tujuan pelayanan bimbingan dapat tercapai atau tidak, akan tercermin dalam diri siswa yang mendapat pelayanan bimbingan itu sendiri.
Hal – hal yang menyangkut diri siswa sesuai dengan tujuan pelayanan bimbingan dapat dilihat dalam segi :

a. Pandangan para tamatan / lulusan tentang program pendidikan di sekolah yang telah ditempuhnya.

b. Kualitas prestasi (performance) bagi tamatan / lulusan.

c. Pekerjaan / jabata yang dilakukan oleh siswa yang telah menamatkan program pendidikannya .

d. Proporsi tamatan / lulusan yang bekerja dan yang belum bekerja.

D. Kriteria Keberhasilan

Beberapa kriteria keberhasilan yang dapat dijadikan landasan suatu penilaian, dapat kita lihat dari hasil yang ingin diperoleh dari tujuan pelayanan bimbingan. Berikut ini akan dikemukakan criteria keberhasilan dalam pelayanan bimbingan, menurut Koestoer Partowisastro (1982), bahwa :

1. Kriteria keberhasilan pelayanan kepada murid :

a. Menerima diri sendiri, baik mengenai kekuatan-kekuatannya maupun kelemahan-kelemahannya, sehingga dapat membuat rencana untuk menentukan cita-cita dan membuat keputusan-keputusannya yang realitas.

b. Memperoleh pengetahuan dan pemahaman yang benar mengenai dunia sekitarnya, sehingga dapat memperoleh tingkat social yang selaras dalam pergaulan dan kehidupan di masyarakat.

c. Dapat memahami dan memecahkan masalahnya sendiri.

d. Dapat memilih secara tepat dan menyelesaikan program studi dan berhasil sesuai dengan tingkat kemampuannya.

e. Dapat memilih pendidikan lanjutan secara tepat sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya.

f. Dapat memilih rencana dan lapangan kerja / jabatan yang tepat sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya.

g. Memperoleh bantuan khusus dalam mengatasi kesulitan belajar, sehingga dapat mengembangkan dan meningkatkan kepribadiannya secara menyeluruh.

h. Memperoleh bantuan dan pelayanan dari orang-orang atau badan-badan lain diluar sekolah, untuk memecahkan masalahnya yang tidak mampu dipecahkannya dengan pelayanan langsung dari sekolah.

2. Kriteria keberhasilan pelayanan bimbingan kepada guru :

a. Guru berpartisipasi dan membantu pelaksanaan program bimbingan disekolah.

b. Guru menggunakan fasilitas yang disediakan oleh staf BK.

c. Guru turut aktif mengkomunikasikan program BK kepada murid.

d. Ada keseragaman sikap dan tindakan terhadap murid diantara guru-guru dan staf BK.

e. Guru memberikan informasi tentang murid kepada staf BK.

f. Guru membicarakan murid-murid yang memiliki kesulitan dengan konselor.

g. Guru memperlakukan murid sesuai dengan keadaan dan kemampuan murid.

h. Tersedia alat pengumpulan data yang baik buatan guru sendiri.

i. Guru menggunakan alat-alat pengmpulan data secara tepat.

j. Guru mengumpulkan dan menyusun data dengan baik.

k. Tercipta suasana belajar mengajar yang baik didalam kelas.

l. Adanya penempatan dan penugasan kepada murid oleh guru, sesuai dengan keadaan dan kemampuan murid masing-masing.

m. Guru mengatasi kesulitan dalam menghadapi murid tanpa kerugian sampingan, baik pada murid ataupun pada guru.

n. Guru mengarahkan penggarapan murid yang mengalami kesulitan yang tidak dapat ditangani oleh guru sendiri.

o. Guru mempergunakan alat pengumpulan data sesuai dengan keadaan dan kemampuannya sendiri.

p. Guru mempergunakan cara-cara untuk membantu murid sesuai dengan keadaan dan kemampuan guru.

E. Hambatan-Hambatan dalam Evaluasi Program Bimbingan dan Konseling

1. Pelaksana bimbingan di sekolah tidak mempunyai waktu yang cukup memadai untuk melaksanakan evaluasi pelaksanaan program BK.

2. Pelaksana bimbingan dan konseling memiliki latar belakang pendidikan yang bervariasi baik ditinjau dari segi jenjang maupun programnya, sehingga kemampuannya pun dalam mengevaluasi pelaksanaan program BK sangat bervariasi termasuk dalam menyusun, membakukan dan mengembangkan instrumen evaluasi.

3. Belum tersedianya alat-alat atau instrument evaluasi pelaksanaan program bimbingan dan konseling di sekolah yang valis, reliable, dan objektif.

4. Belum diselenggarakannya penataran, pendidikan, atau pelatihan khusus yang berkaitan tentang evaluasi pelaksanaan program bimbingan dan konseling pada umumnya, penyusunan dan pengembangan instrumen evaluasi pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah

5. Penyelenggaraan evaluasi membutuhkan banyak waktu dan uang. Tidak dapat diragukan lagi untuk memulai mengadakan evaluasi tampaknya memerlukan baya yang cukup mahal dan perlu biaya yang banyak.

6. Belum adanya guru inti atau instruktur BK yg ahli dlm bidang evaluasi pelaksanaan peogram BK di sekolah. Sampai saat ini kebanyakan yg terlibat dlm bidang ini adalah dari perguruan tinggi yang sudah tentu konsep dan kerangka kerjanya tidak berorientasi kepada kepentingan sekolah

7. Perumusan kriteria keberhasilan evaluasi pelaksanaan bimbingan dan yang tegas dan baku belum ada sampai saat ini.

F. Prinsip-Prinsip Evaluasi Program Bimbingan Konseling

Menurut Gibson and Mitchell (1981), Depdikbud (1993) mengemukakan beberapa prinsip yang semestinya diperankan dalam penyelenggaraan evaluasi pelaksanaan peogram BK, sebagai berikut :

1. Evaluasi yang efektif menuntup pengenalan terhadap tujuan2 program

2. Evaluasi yang efektif memerlukan kriteria pengukuran yang jelas.

3. Evaluasi melibatkan berbagai unsur yang professional

4. Menuntut umpan balik (feed back) dan tindak lanjut (follow-up) sehingga hasilnya dpt digunakan unt membuat kebijakan / keputusan.

5. Evaluasi yang efektif hendaknya terencana dan berkesinambungan. Hal ini bahwa evaluasi program bimbingan dan konseling bukan merupakan kgiatan yang bersifat insidental, melainkan proses kegiatan yang sistematis dan berkesinambungan.

G. Prosedur Pelaksanaan Evaluasi Program Bimbingan Konseling

1. Fase persiapan

Pada fase persiapan ini terdiri dari kegiatan penyusunan kisi-kisi evaluasi. Dalam kegiatan penyusunan kisi-kisi evaluasi ini langkah-langkah yg dilalui adalah:

a. Langkah pertama penetapan aspek-aspek yang dievaluasi baik evaluasi proses maupun evaluasi hasil, meliputikesesuaian antara program dengan pelaksanaan

1) keterlaksanaan program,hambatan yang dijumpai,

2) dampak terhadap KBM,

3) respon konseli, sekolah, orang tua, masyarakat

4) perubahan kemajuan dilihat dari capaian tujuan layanan, capaian tugas perkembangan dan hasil relajar, keberhasilan lulusan.

b. Langkah-langkah kedua penetapan kriteria keberhasilan evaluasi.

Misalnya, bila proses aspek kegiatan yang akan dievaluasi maka kriteria yang dapat dievaluasi ditinjau dari: lingkungan bimbingan, sarana yang ada, dan situasi daerah.

c. Langkah ketiga penetapan alat-alat/ instrument evaluasi

Misalnya aspek proses kegiatn yang hendak dievaluasi dengan kriteria bagian b di atas, maka instrument yang harus digunakan ialah: ceklis, observasi kegiatan, tes situsasi, wawancara, dan angket

d. Langkah keempat penetapan prosedur evalusi

Seperti contoh pada butir b dan c di atas, maka prosedur evaluasinya mlalui: penelaahan, kegiatan, penelaahan hasil kerja, konfrensi kasus, dan lokakarya

e. Langkah kelima penetapan tim penilaian atau evaluator

Berkaitan dengan contoh diatas, maka yang harus menjadi evaluator dalam penilaian proses kegiatan ialah: ketua bimbingan dan konseling, kepala sekolah, tim bimbingan dan konseling, dan konselor

2. Fase persiapan alat / instrument evaluasi

Dalam fase kedua ini dilakukan kegiatan diantaranya:

a. Memilih alat-alat/instumen evaluasi yang ada atau menyusun dan mengembangkan alat-alat evaluasi yang diperlukan.

b. Pengadaan alat-alat instrument evaluasi yang akan digunakan

3. Fase pelaksanaan kegiatan evaluasi

Dalam fase pelaksanaan evaluasi ini, evaluator melalui kegiatan, yaitu:

a. Persiapan pelaksanaan kegiatan evaluasi;

b. Melaksanakan kegiatan evaluasi sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan.

4. Fase menganalisis hasil evaluasi

Dalam fase analisis hasil evaluAsi dan pengolahan data hasil evaluasi ini dilakukan mengacu kepada jenis datanya. Data-data itu, diantarnya:

a. Tabulasi data;

b. Analisis hasil pengumpulan data melalui statistik atau non-statistik

5. Fase penafsiran atau interprestasi dan pelaporan hasil evaluasi

Pada fase ini dilakukan kegiatan membandingkan hasil analisis data dengan kriteria penilaian keberhasilan & kemudian diinterprestasikan dng memakai kode-kode tertentu, untuk kemudian dilaporkan serta digunakan dalam rangka perbaikan dan atau pengembangan program layanan Bimbingan Konseling.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari paparan yang dikemukakan tersebut, dapatla ditarik suatu kesimpula mengenai evaluasi pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling. Adapun kesimpulannya adalah sebagai berikut ini.

1. Evaluasi adalah Proses menentukan atau mempertimbangkan nilai atau jumlah sesuatu melaluipenilaian yang dilakukan dengan seksama.

2. Tujun dari dilakukannya evalusi pelaksanaan program layanan bimbingan dan konseling adalah untuk mengetahui sejauh mana ketercapaian program layanan bimingan terebut.

3. Prosedurnya meliputi fase persiapan, fase persiapan alat/instrument evaluasi, fase pelaksanaan kegiatan evaluasi, fase menganalisis hasil evaluasi, fase penafsiran atau interprestasi dan pelaporan hasil evaluasi

B. Saran

Dengan memperhatikan hal tersebut, sekiranya dapatlah diajukan saran-saran sebagai berikut ini.

1. Hendaknya proses evaluasi terhadap pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling dipersiapkan dengan sepenuh hati sehingga hasil yang didapat sesuai dengan apa yang diharapkan.

2. Dalam pelaksanaan evaluasi hendaknya dilakukan dengan teratur, terarah serta sesuai dengan apa yang direncanakan.

DAFTAR PUSTAKA

Sudrajat, A. (2010). Konsep Evaluasi Program Bimbingan dan Konseling. Tersedia: http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2010/02/03/evaluasi-program-bimbingan-dan-konseling-di-sekolah/

TN. (2010). Evaluasi Program Layanan Bimbingan dan Konseling. Tersedia pada: http://www.duniaedukasi.net/2010/05/evaluasi-program-bimbingan-dan.html

LET'S HAVE FUN TOGETHER

Buang saja masa lalu janganlah ragu-ragu ikut bersamaku
Bukalah mata lihat dunia dan sadarilah
Tiada guna hidup selalu berduka cinta

Mari bergembira (hei), gembira bersama (hei hei)
Mari bergembira bersama

Buang saja masa lalu janganlah ragu-ragu ikut bersamaku
Bukalah mata lihat dunia dan sadarilah
Tiada guna hidup selalu berduka cinta

mari bergembira (hei), gembira bersama (hei hei)
mari bergembira bersama

kawanku biarkan pilu yang di hatimu menjauh
jangan kau biarkan risau buat hidupmu jadi kacau
bebaskan rasa keluh dan kesah di dalam jiwa

biar saja orang berkata apa
yang penting kita bisa tertawa
walau hidup ini susah namun jangan kau menyerah
meraih masa depan cita bahagia

buang saja masa lalu janganlah ragu-ragu ikut bersamaku
bukalah mata lihat dunia dan sadarilah
tiada guna hidup selalu berduka cinta

mari bergembira (hei), gembira b
ersama (hei hei)
mari bergembira bersama

let’s have fun together, let’s have fun together let’s have fun together, let’s have fun together let’s have fun together, let’s have fun together let’s have fun together, let’s have fun together let’s have fun together, let’s have fun together let’s have fun together, let’s have fun together let’s have fun together, let’s have fun together let’s have fun together

Minggu, 15 Maret 2009

Konsep Manajemen Kelas

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam pembelajaran seorang guru harus memiliki kemampuan pengelolaan kelas (classroom management) karena kemampuan pengelolaan kelas sangat menentukan keberhasilan pembelajaran. Kemampuan pengelolaan kelas sering juga disebut sebagai kemampuan seorang guru untuk menguasai berbagai hal yang terlibat dalam pembelajaran. Berbagai hal ini di antaranya adalah kemampuan untuk mengontrol atau mengendalikan perilaku para muridnya sehingga mereka terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran.

Andaikan seorang guru hanya menguasai materi saja, maka itu tidaklah cukup untuk melakukan pembelajaran, karena pada hakikatnya pembelajaran bukanlah hanya sekedar transfer of knowledge saja melainkan melibatkan berbagai faktor yang tentunya sangat berpengaruh terhadap pembelajaran. Sebagaimana pun pandainya seorang guru (dalam artian pandai dalam penguasaan materi), tidaklah menjamin ketercapaian tujuan pembelajaran jika tidak disertai dengan kemampuan untuk mengelola kelas.

Dalam hal keterampilan pengelolaan kelas, ternyata tidaklah begitu saja bisa dikuasai oleh seorang guru, karena pengelolaan kelas merupakan suatu kegiatan yang melibatkan berbagai hal. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Weber (Wahidin, 2008) diklasifikasikan ke dalam tiga pengertian, yaitu berdasarkan pendekatan otoriter (authority approach), pendekatan permisif (permissive approach) dan pendekatan modifikasi tingkah laku.

Pertama, berdasarkan pendekatan otoriter (authority approach) pengelolaan kelas adalah kegiatan guru untuk mengontrol tingkah laku siswa, guru berperan menciptakan dan memelihara aturan kelas melalui penerapan disiplin secara ketat.

Kedua, pendekatan permisif mengartikan pengelolaan kelas adalah upaya yang dilakukan oleh guru untuk memberi kebebasan kepada siswa untuk melakukan berbagai aktifitas sesuai dengan apa yang mereka inginkan. Dan fungsi guru adalah bagaimana menciptakan kondisi belajar yang kondusif sehingga siswa merasa aman untuk melakukan aktifitas di dalam kelas.

Ketiga, pendekatan modifikasi tingkah laku. Pendekatan ini didasarkan pada pengelolaan kelas merupakan proses perubahan tingkah laku, jadi pengelolaan kelas merupakan upaya untuk mengembangkan dan memfasilitasi perubahan perilaku yang bersifat positif dari siswa dan berusaha semaksimal mungkin mencegah munculnya atau memperbaiki perilaku negatif yang dilakukan oleh siswa

Begitu kompleksnya apa yang dimaksudkan Weber tentang pengelolaan kelas sehingga banyak di antara para guru yang belum atau bahkan tidak mampu dalam hal pengelolaan kelas. Hal ini muncul karena terdapat berbgai masalah yang selalu terkait dengan pengelolaan kelas. Kenyataan tersebutlah yang melatar belakangi panulis untuk menyusun makalah ini dengan judul “Konsep Dasar Pengelolaan Kelas”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan paparan tersebut di atas, dapatlah penulis simpulkan menjadi beberapa rumusan masalah yang selanjutnya akan menjadi bahasan pada makalah ini. Adapun rumusan masalahnya adalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah konsep dasar dari pengelolaan kelas tersebut?

2. Apa sajakah permasalahan yang senantiasa muncul dalam pengelolaan kelas?

3. Bagaimanakah solusi yang mungkin tepat dalam menanggulangi permasalahan tersebut?

4. Faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap proses belajar siswa?

C. Tujuan Penulisan

Melihat permasalahan yang selalau ada pada proses pengelolaan kelas, maka makalah ini disusun dengan tujuan sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui tentang bagaimanakah konsep dasar dari pengelolaan kelas;

2. Untuk memahami mengenai permasalahan yang biasanya hadir pada pengelolaan kelas sehingga dapat menentukan solusi yang tepat untuk mengatasi permasalahan tersebut;

3. Untuk menyelidiki tentang faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa.


BAB II

KONSEP DASAR PENGELOLAAN KELAS

A. Konsep Dasar Pengelolaan Kelas

Begitu banyaknya ahli yang memberikan definisi mengenai manajemen, sehingga sulit sekali bagi kita untuk mengambil suatu gambaran tertentu yang mungkin mewakili tentang batasan manajemen. Meskipun demikin, dapatlah kita temukan suatu benang merah dari semua batasan yang dikemukakan oleh para ahli tersebut. Seperti halnya Rukmana dan Suryana (2006 : 26) menyimpulkan bahwa dari sekian banyak definisi para ahli tentang manajemen, namun kesemuanya mengarah pada satu hal yaitu bahwa manajemen merupkan suatu proses tertentu yang menggunakan kemampuan sdan keahlian untuk mencapai suatu tujuan yang di dalam pelaksanaanya da[pat mengikuti alur keilmuan secara ilmiah dan dapat pula menonjolkan sutu kekhasan atau gaya manajer dalam mendaya gunakan kemampuan orang lain.

Dari batasan tersebut terdapat tiga fokus untuk mengartikan mnajemen, yaitu :

1. Manajemen sebagai suatu kemampuan

Dalam hal ini manajemen berkaitan dengan ilmu yang merupakan cikal bakal dari manajemen sebagi profesi. Di sini manajemen lebih menekankan perhatian pada keterampilan dan kemampuan manajerial yang diklasifikasikan menjdi kemampuan/keterampilan teknikal, manusiawi dan konseptual.

2. Manajemen sebagai suatu proses.

Sebagai suatu proses manajemen merupakan sutu kegiatan yang terwujud pada langkah-langkah yang sistematis dan terpadu.

3. Manajemen sebagai seni.

Manajemen sebagai seni ini nampak pada relita bahwa terdapat perbedaan gaya (style) setiap individu dalam m,enggunakan atau memberdayakan orang lain untuk mencapai tujuan.

B. Masalah-Masalah Dalam Pengelolaan Kelas

Kelas merupaskan suatu kondisi di mana terdapat banyak siswa dengan latar belakang dan karakter masing-masing. Sehingga untuk menciptakan suasana kelas yang kondusif sungguh sangatlah sulit. Meskipun demikian, seorang guru dituntut untuk menguasai keadaan tersebut sehingga terciptalah suasana kondusif tersebut agar tejadi proses belajar yang optimal. Dalam hal ini seorang guru diharuskan untuk menguasi keterampilan pengelolan kelas.

Dengan beragamnya karakteristik siswa di kelas, maka masalah yang timbul di kelas pun sungguh beragam. Pidarta (TN, 2009) menyebutkan bahwa perilaku anak didik yang sering muncul pada pengelolaan kelas tersebut adalah sebagai berikut :

1. Kurang kesatuan antara siswa

2. Tidak ada standar tertentu pada kerja kelompok

3. Reaksimiring kelompok terhadap anggota kelompoknya

4. Tidak menyesuaikan dengan kondisi yang berubah

Secara umum masalah-masalah yang muncul pada pengelolaan kelas ini dapat dikelompokan menjadi dua kategori, yaitu masalah individu dan masalah kelompok.

1. Masalah individu

Munculnya masalah individu menurut Rudolf Dreikurs (Supriadi, 2000) didasarkan pada anggapan dasar pada semua tingkah laku individu yang merupakan upaya untuk mencapai tujuan tertentu yaitu pemenuhan kebutuhan untuk diterima oleh kelompok/masyarakat dan kebutuhan untuk mencapai harga diri. Jika kebutuhan tersebut tidak lagi bisa dipenuhi dengan cara-cara yang wajar, mka individu tersebut akan berusaha untuk mencapainya dengan cara-cara yang lain dan ini aakan menjadi masalah baru jika cara yang diambilnya tersebut adalah cara yang tidak baik.

Menurut Rudolf dan Cessel perbuatan ini dapat digolongkan menjadi empat golongan, yaitu :

a. Attention getting behaviors

Tindakan ini sebenarnya hanyalah sekedar untuk mencari perhatian dari individu lain. Misal, siswa membadut ketika pembelajaran sedang berlangsung, atau membuat suatu pekerjaan yang harusnya dia sendiri yang mengerjakannya kemudian dia kerjakan dengan lambat sehingga membutuhkan bantuan dari orang lain, atau kadang-kadang dia bertanya tentang sesuatu yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan pembelajaran.

b. Power seeking behaviors

Tindakan ini lebih pada mencari kekuatan. Tingkah laku power seeking ini ada dua, yaitu tingkah laku yang aktif seperti selalu mendebat, kehilangan kendali emosional, marah-marah, dan kadang-kadang langsung menangis. Sedangkan tingkah laku yang pasif adalah segala sesuatu yang dikerjakannya adalah salah, dia selalu berdalih dengan alasan lupa.

c. Revenge seeking behaviors

Tingkah laku ini sifatnya balas dendam, contohnya ialah suka menyakiti orang lain dengan mengata-ngatai, mencibir, mengejek, menggigit dan sebagainya.

d. Peragaan ketidakmampuan

Tingkah laku ini bisa disebut sebagai mogok, artinya bahwa siswa yang bersangkutan tidak mau atau menolak untuk melakukan sesuatu yang diperintahkan kepadanya. Siswa ini merasa bahwa ketika dia mengerjakan suatu pekerjaan, maka kegagalan lah yang dihadapinya.

Kamudian cessel mengenukakan penyikapan terhadap tingkah laku tersebut adalah sebagai berikut :

a. Jika guru merasa terganggu karena perilaku anak, maka kemungkinan siswa yang bersangkutan berada pada tahap Attention getting behaviors

b. Jika guru merasa dikalahkan atau terancam, maka kemungkinan siswa berada pada tahap Power seeking behaviors

c. Jika guru merasa tersinggung atau terluka hatinya, maka kemungkinan siswa berada pada tahap Revenge seeking behaviors

d. Jika perilaku yang muncul tidak termasuk ke dalam ketiga tahapan tadi maka siswa sebenarnya sedang menunjukan ketidakmampuan.

Salah satu jalan yang mungkin tepat untuk menangani hal tersebut adalah guru harus mengenali kebutuhan siswanya secara baik untuk mengendalikan atau menegakkan disiplin siswa.

Dari keempat tindakan yang dilakukan oleh siswa tersebut mengakibatkan terbentuknya empat tingkah laku yang sering Nampak pada anak usia sekola, yaitu :

a. Pola aktif-konstruktif, yaitu pola tingkah laku yang ekstrim, ambisius untuk menjadi superstar di kelasnya, dan mempunyai daya usaha untuk membantu guru dengan penuh vitalitas dan sepenuh hati

b. Pola aktif-destruktif, yaitu tingkah laku yang diwujudkn dalam bentuk membuat banyolan, suka marah, kasar dan memberontak.

c. Pola pasif-konstruktif, yaitu pola yang menunjukan satu bentuk tingkah laku yang lamban dengan maksud supaya dibantu dan mendapatkan perhatian.

d. Pola pasif-destruktif, yaitu pola tingkah laku yangt menunjukan kemalasan (sifat pemalas) dan keras kepala.

2. Masalah kelompok

Masalah kelompok ada kemungkinan terjadi karena permasalahan individu yang tidak dapat teratasi, dan juga bisa terjadi akibat dari anggota kelompok itu sendiri.

Menurut Louis V. Johnson dan Mary A. Bany ada tujuh kategori masalah kelompok dalam pengelolaan kelas, yaitu :

a. Kelas kurang kohesif

Yang dimaksud dengan kelas kurang kohesif adalah kelas kurang padu atau kompak. Ini dikarenakan oleh perbedaan jenis kelamin, suku, tingkat sosial-ekonomi, perbedaan kemampuan atau lainnya. untuk menangani hal tersebut, guru bisa mengambil alternatif misalkan dengan membuat kelompok yang heterogen atau dicampurkan antara masing-masing kelompok yang ada di kelas.

b. Penyimpangan dari norma

Di kelas lazimnya sudah memiliki norma-norma atau aturan-aturan tersendiri, namun ada kalanya siswa melanggar norma-norma itu, untuk mengatasinya seorang guru hendaknya membuat suatu norma atau aturan yng disepakati oleh bersama dan bentuk konsekwensi dari pelnggarannya pun disepakati bersama pula.

c. Kelas mereaksi negatif terhadap anggota kelas

Hal ini biasanya dalam bentuk ejekan, misalnya seorang siswa disuruh menyanyi pada pelajaran seni dan ternyata suaranya kurang merdu, sehingga mendapatkan ejekan dari teman-temannya. Jika mendapati masalah tersebut maka hendaknya guru langsung mengomentari tindakan yang dilakukan oleh kelas tersebut kemudian sampaikan sisi baik dari subjek yang dijadikan bahan ejeknnya tersebut. Dan yang paling penting adalah tanamkan sikap yang mengintrospeksi diri masing-masing.

d. Kelas mendukung perilaku yang jelek dari anggota kelas

Misalnya siswa menyoraki siswa yang membadut ketika pembelajaran berlangsung sebagai bentuk dukungannya terhadap tingkah tersebut. Guru sebaiknya segera mengalihkan perhatian siswa dari badut tersebut, karena jika tindakan tersebut dibiarkan maka lama kelamaan guru tidak akan bisa berkutik dengan tindakan tersebut.

e. Kelas mudah dialihkan perhatiannya

Misalkan ketika pembelajaran berlangsung, tiba-tiba melintaslah rombongan kuda renggong, biasanya siswa akan langsung berpindah pada kegiatan tersebut. Untuk mengatasinya guru sebaiknya sejenak menghentikan pembelajaran namun siswa diberikn tugas lain yang ada hubungannya dengan pembelajaran tapi diusahakan terkait juga dengan kegiatan yang muncul secara tiba-tiba tersebut.

f. Semangat kerja kelas rendah

Konteks pembelajaran bisa juga dikatakan sebagai konteks sebab akibat, yang mana jika guru mengajar dengan antusin maka siswa pun biasanya merespon dengan antusias pula, begitupun sebaliknya jika guru menunjukan sikap yang dingin maka kemungkinan siswa pun akan merespon dengan dingin pula. Kemudian jika siswa diberikan tugas yang terlau sulit maka semangat kerjanya pun bisa menjadi turun. Jadi, semangat kerja kelas itu masih tergantung dari sikap diri seorang guru itu sendiri.

g. Kelas kurang menyesuaikan diri dengan kondisi baru

Hal ini biasanya berkenaan dengan pergantian jadwal secara mendadak, guru kelas terpaksa digantikan oleh guru lain untuk sementara waktu, dan sebagainya.

C. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Belajar Siswa

Secara garis besar Suryabrata (2002), menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi balajar dapat digolongkan menjadi dua, yaitu faktor internal (faktor dari dalam diri peserta didik) dan faktor eksternal (faktor dari luar diri peserta didik).

1. Faktor-faktor internal

Faktor dari dalam yaitu faktor yang mempengaruhi belajar siswa yang mana berasal dari dalam diri siswa itu sendiri. Faktor internal ini meliputi :

a. Faktor jasmaniah

1) Kesehatan

Kesehatan adalah kedaan atau hal sehat, kesehatan seorang peserta didik secara umum akan berpengaruh terhadap belajarnya. Kondisi umum jasmani dan tonus (tegangan otot) yang menandai tingkat kebugaran oragan-organ tubuh dan sendi-sendinya, dapat mempengaruhi semangat dan intensitas siswa dalam mengikuti pembelajaran. Kondisi organ tubuh yang lemah apalagi jika disertai dengan kepala yang terasa berat, akan mampu menurunkan kualitas ranah cipta (kognitif) siswa sehingga materi pelajaran yang diterimanya pun kurang berbekas dan bahkan sama sekali tidak dapat ditangkapnya. Keadaan tonus siswa juga sangat berpengaruh terhadap kualitas pembelajarannya, kondisi tonus ini berkaitan dengan asupan gizi, pola istirahat, dan juga olahraga. Hal ini sangat penting untuk diperhatikan karena kesalahan pola makan atau pun pola minum dan istirahat akan menimbulkan reaksi tonus yang negatif dan merugikan sikap mental anak itu sendiri sebagaimana yang dipaparkan oleh khadijah (2009).

2) Cacat tubuh

Menurut Slameto (2003), cacat tubuh adalah sesuatu yang menyebabkan kurang baik atau kurang sempurnanya anggota tubuh. Keadaan cacat tubuh ini juga mempengaruhi terhadap belajar siswa, yang mana siswa yang memiliki keterbatasan tertentu pada organ tubuhnya pada umumnya belajarnya pun akan terganggu. Sebagai contoh seorang siswa yang mengalami gangguan pada penglihatannya maka secara otomatis dia akan sangat sulit untuk menerima pelajaran yang disampaikan secara visual. Oleh karena itu bagi siswa yang memiliki keterbatasan tertentu hendaknya mendapatkan pembelajaran yang khusus yang disesuaikan dengan keterbatasannya tersebut atau diberikan suatu alat bantu tertentu yang akan mempermudahnya dalam penguasaan terhadap materi pembelajaran.

b. Faktor psikologis

Faktor psikologis yang berpengaruh terhadap belajar siswa adalah sebagai berikut :

1) Intelegensi

J. P Chaplin (Slameto, 2003 : 55) mengartikan intelegensi sebagai kecakapan yang terdiri dari tiga jenis yaitu kecakapan untuk menghadapi dan menyesuaikan ke dalam situasi yang baru secara cepat dan efektif (adaptasi), mengetahui atau menggunakan konsep-konsep yang abstrak secara efektif, mengetahui relasi dan mempelajarinya dengan cepat. Dari definisi tersebut dapatlah disimpulkan bahwa otak memiliki peranan yang begitu dominan terhadap intelegensi seseorang dibanding organ tubuh yang lainnya. Hal ini karena otak adalah “menara pengontrol” hampir seluruh aktifitas manusia.

Dalam kaitannya dengan belajar siswa, intelegensi siswa memiliki peranan yang begitu besar dalam pencapaian tujuan pembelajaran atau pun terhadap perkembangan keilmuan siswa tersebut. Sehingga banyak orang yang beranggapan bahwa semakin tinggi intelegensi seseorang semakin mudah baginya untuk sukses dalam pembelajaran. Anggapan tersebut tidaklah benar karena intelegensi bukanlah satu-satunya hal yang mempengaruhi keberhasilan suatu pembelajaran. Karena pada dasarnya pembelajaran adalah suatu proses yang kompleks dengan berbagai faktor yang mempengaruhinya. Sedangkan intelegensi hanyalah satu di antaranya. Meskipun seorang siswa memiliki tingkat intelegensi yang begitu tinggi, jika faktor-faktor yang lainnya justru menjadi penghambat baginya, maka siswa tersebut bisa saja gagal dalam pembelajaran.

2) Perhatian

Menurut Gazali (Slameto, 2003) perhatian adalah keaktifan jiwa yang dipertinggi. Jiwa itu semata-mata tertuju pada suatu hal atau objek. Untuk dapat menghasilkan kualitas pembelajaran yang baik maka perhatian siswa hendaklah mendapatkan perhatian yang serius. Siswa akan merasa bosan jika pelajaran yang disjikan cenderung sehingga tidak mendapatkan perhatian dari siswa. Supaya siswa dapat belajar dengan optimal maka materi ajar hendaknya dikemas sedemikian rupa sehingga menarik bagi siswa.

3) Minat

Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang suatu kejadian atau suatu objek. Kejadian yang diminati seseorang di amati secara terus menerus yang disertai dengan rasa senang. Minat besar sekali pengaruhnya pada proses belajar, karena jika pelajaran yang diosajika tidak sesuai sdengan minat siswa, maka siswa tidak akan belajar sebaik-baiknya karena hal terserbut tidaklah menarik baginya. Bahan pelajaran yang menarik bagi siswa akan lebih mudah dipelajari dan disimpan dalam memori siswa sehingga tumbuh melekat pada struktur kognitif siswa.

4) Bakat

Setiap individu adalah unik, di mana antara individu yang satu dengan yang lainnya selalu memiliki keunikan tersendiri. Demikian halnya bakat mereka pun antara yang satu dengan yanmg lainnya adalah berbeda. Keberagaman bakat ini menimbulkan gaya belajar yang beragam pula. Jika bahan pelajaran yang dipelajarinya sesuai dengan bakat yang dimilikinya (potensinya) maka hasil belajarnya pun akan lebih optimal dibandingkan ketika dia mempelajari sesuatu yang sama sekali tidak berkaitan dengan bakat alamiahnya. Menagapa demikian? Karena ketika seseorang memiliki suatu potensi dalam dirinya maka itu merupakan modal baginya untuk mendapatkan informasi yang lebih banyak lagi tentang hal tersebut. Misalkan seseorang yang memiliki bakat untuk menyanyi maka dia akan lebih mudah untuk belajar menyanyi.

5) Motivasi

Motyivasi siswa yang satu dengan siswa yang lainnya tentulah tidak sama, sehingga cara siswa menghadapi sesuatu pun beragam. Secara harfiah motivasi diartikan sebagai sesuatu yang menyebabkan suatu kegiatan terwujud. Motivasi belajar siswa sangatlah dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya cita-cita siswa, kemampuan belajar siswa, kondisi siswa, kondisi lingkungan, unsur-unsur dinamis dalam pembelajaran dan juga sikap guru dalam membelajarkan siswa.

6) Kematangan

Slameto (2003) mengartikan kematangan sebagai suatu tingkat atau fase dalam pertumbuhan seseorang, di mana alat-alat tubuhnya sudah siap untuk melaksanakan kecakapan baru. Kaki sudah siap untuk digunakan berjalan, tangan sudah siap untuk digunakan menulis, bahkan untuk membaca pun perlu halnya kesiapan dari segi psikologis siswa itu sendiri. Ketika seorang anak belum mencapai kesiapan untuk belajar, sebagaimana pun baiknya pembelajaran yang diberikan tentu tidak akan membuahkan hasil yang optimal. Jadi kemajuan baru untuk memiliki kecakapan itu tergantung dari kematangannya dan juga bagaimana ia belajar.

7) Kesiapan

Jamies Drever (Slameto, 2003) mendefinisikan kesiapan sebagai kesediaan untuk memeberi respon atau bereaksi. Kesiapan itu timbul dari dalam diri seseorang dan juga berhubungan dengan kematangan, karena kematangan berarti kesiapan untuk melaksanakan kecakapan. Kesiapanm ini harus diperhatikan dalam pembelajaran, karena jika siswa belajar dan padanya sudah ada kesiapan, maka kemungkinan untuk berhasil lebih besar.

c. Faktor kelelahan

Kelelahan pada seseorang meskipun sangat sulit untuk dipisahkan namun secara umum dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu kelelahan jasmani dan rohani. Kelelahan jasmani ini terlihat dengan lemah lunglainya tubuh dan adanya kecenderungan untuk membaringkan tubuh atau beristirahat. Sedangkan kelelahan rohani dapat terlihat dengan munculnya kelesuan dan kebosanan sehingga minat dan dorongannya untuk mengerjakan atau pun menghasilkan sesuatu menjadi hilang.

Slameto (2003 ), memberikan solusi terhadap kelelahan baik secara jasmani maupun secara rohani, yaitu dengan kegiatan sebagai berikut :

1) Tidur

2) Istirahat

3) Mengusahakan variasi dalam belajar ataupun bekerja

4) Menggunakan obat-obatan yang bersifat melancarkan peredaran darah

5) Rekreasi dan ibadah yang teratur

6) Olahraga secara teratur

7) Mengimbangi dengan makanan yang memenuhi syarat-syarat kesehatan

8) Jika mengalami kelelahan yang sangat serius maka sebaiknya segera menghubungi ahli.

2. Faktor eksternal

Faktor eksternal ialah fakto-faktor yang berasal dari luar siswa dan juga mempengaruhi proses belajarnya. Faktor-faktor ini meliputi :

a. Lingkungan alami

Tentang lingkungan alami ini Triluqman (2007) memberikan batasan sebagai segala hal yang bersifat keruangan pada bumi ini ataupun faktor yang bersifat nonsosial yang juga berpengaruh terhadap belajar siswa. Seperti keadaan udara, cuaca, waktu, tempat atau gedung tempat belajar itu sendiri, alat-alat yang dipakai untuk belajar.

b. Lingkungan sosial

Lingkungan sosial di sini adalah manusia atau sesama manusia, baik manusia itu ada (hadir di tempat itu) ataupun tidak ada (tidak hadir). Bagi orang-orang tertentu, kehadiran orang lain kadang menjadi hambatan pada proses belajarnya, namun ada juga yang dengan kehadiran orang lain justru malah menjadikannya lebih baik dalam proses belajarnya. Secara umum lingkungan sosial ini dapat dikelompokan menjadi tiga, yaitu :

1) Lingkungan keluarga

Keluarga merupakan tempat sosial yang pertama kali dikenal oleh siswa, sehingga keluarga memiliki peranan yang begitu dominan pada belajar siswa. Faktor keluarga ini meliputi cara orang tua mendidik, relasi antar anggot keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi dan lain-lain.

Tentang pentingnya peranan keluarga dalam proses belajar siswa, Wirowidjojo (Slameto, 2003) menegaskan dengan pernyataanya sebagai berikut :

Keluarga adalah lembaga pendidikan yang pertama dan utama. Keluarga adalah lembaga pendidikan yang pertama dan utama. Keluarga yang sehat besar artinya untuk pendidikan dalam ukuran kecil, tetapi bersifat menentukan untuk pendidikan dalam ukuran besar yaitu pendidikan bangsa, negara dan dunia. Melihat pernyataan tersebut di atas dapatlah ditegaskan bahwa keluarga memiliki peranan yang sangat penting di dalam pendidikan anggota keluarganya. Cara orang tua mendidik anak-anaknya akan berpengaruh terhadap belajarnya.

2) Lingkungan sekolah

Sekolah juga merupakan faktor yang sangat dominan dalam pendidikan, yang mana sekolah merupakan tempat atau sarana bagi siswa untuk belajar secara formal. Faktor sekolah yang sangat mempengaruhi balajar ini adalah metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah juga kondisi fisik dari sekolah itu sendiri.

3) Lingkungan masyarakat

Masyarakat juga tidak kalah pengaruhnya pada belajar siswa, karena pada kenyataanya selain siswa berada pada kedua lingkungan di atas, siswa juga berada di lingkungan masyarakat. Sehingga secara otomatis masyarakat pun akan memepengaruhi cara belajarnya.


BAB III

KESIMPULAN

1. Seorang guru harus memiliki kemampuan pengelolaan kelas (classroom management) karena kemampuan pengelolaan kelas sangat menentukan keberhasilan pembelajaran.

2. Secara umum masalah-masalah yang muncul pada pengelolaan kelas ini dapat dikelompokan menjadi dua kategori, yaitu masalah individu dan masalah kelompok.

3. Masalah individu ini meliputi :

a. Attention getting behaviors

b. Attention getting behaviors

c. Revenge seeking behaviors

d. Peragaan ketidakmampuan

4. Masalah kelompok meliputi :

a. Kelas kurang kohesif

b. Penyimpangan dari norma

c. Kelas mereaksi negatif terhadap anggota kelas

d. Kelas mendukung perilaku yang jelek dari anggota kelas

e. Kelas mudah dialihkan perhatiannya

f. Semangat kerja kelas rendah

g. Kelas kurang menyesuaikan diri dengan kondisi baru

5. Secara garis besar Suryabrata (2002), menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi balajar dapat digolongkan menjadi dua, yaitu faktor internal (faktor dari dalam diri peserta didik) dan faktor eksternal (faktor dari luar diri peserta didik).

6. Faktor internal meliputi :

a. Faktor jsmaniah, yaitu kesehatan dan cacat tubuh

b. Faktor psikologis, yaitu intelegensi, perhatian, minat, bakat, motivasi, kematangan dan kesiapan.

c. Faktor kelelahan

7. Faktor eksternal meliputi :

a. Faktor lingkungan alamiah

b. Faktor lingkungan sosial, yang meliputi keluarga, sekolah dan masyarakat.


DAFTAR PUSTAKA

Khodijah. 2009. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Belajar. Tersedia pada : http://duniakampusmakasar.blogspot.com/2009/02/faktor-faktor-yang-mempengaruhi.html

Slameto. 2003. Belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Jakarta : PT. Rineka Cipta

TN. 2009. Pengaruh Clasroom management terhadap prestasi belajar siswa. Tersedia pada : http://nganjukladang.blogspot.com/2009/01/makalah-pendidikan-pembelajaran.html

Triluqman, Heri. 2007. Belajar dan motivasinya. Tersedia pada : http://heritl.blogspot.com/2007/12/belajar-dan-motivasinya.html